TEBING TINGGI – SUMBER
Pengaduan Lembaga Kepedulian Anak Bangsa (Lemkab) dan Badan Anti Korupsi Indonesia (Bakindo) Provinsi Sumut, terkait perambahan peruntukkan hutan mangrove menjadi perkebunan sawit seluas 650 Ha oleh UD Kartika pada 7 Januari 2013 ke Krimsus Poldasu, ternyata tidak digubris.
Pemegang mandat Pembela Kesatuan Tanah Air-Indonesia Bersatu (PEKAT-IB), Taufik P Sipayung, Senin (12/10/15) kepada wartawan mengaku menyesalkan sikap Krimsus Poldasu yang tidak menanggapi pengaduan Lemkab maupun Bakindo terkait dengan perambahan peruntukkan hutan Mangrove menjadi perkebunan sawit oleh UD Kartika.
Dikatakan, pihak Poldasu hanya melakukan pemanggilan terhadap Lemkab dengan nota surat klasifikasi Konfidensial, K/125/I/2013/Ditreskrimsus yang ditandatangani Wadir Krimsus AKBP Rudi Setiawan SIk SH MH dengan isi surat perintah tugas No : Srin-Gas/55/I/2013 Ditreskrimsus 23 Januari 2013 dan Surat Perintah Penyelidikan No : SP-Lidik/42/I/2013 Ditreskrimsus 23 Januari.
“Ternyata surat tersebut merupakan pembohongan publik yang dilakukan Ditreskrimsus Poldasu. Sebab, hingga berita ini dimuat, pihak UD Kartika tetap nyaman menjalankan usaha perkebunan sawit dari perambahan peruntukkan hutan Mangrove di kawasan Desa Pekan dan Kayu Besar, Kec Bandar Khalipah, Kabupaten Sergai,” jelas Taufik.
Lanjutnya, dari analisa kasus yang dimiliki PEKAT-IB, surat keputusan Menteri Pertanian No.923/KPTS/Um/1982 tanggal 27 Desember 1982 tentang penunjukan wilayah provinsi Sumut.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor: SK.44/Menhut-II/2005 tentang penunjukan kawasan hutan di wilayah provinsi Sumut dan Surat Keputusan Menhut Nomor: SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumut serta Surat Menteri nomor:593/570/SJ tanggal 22 Mei 1984,prihal : pencabutan wewenang kepala kecamatan untuk memberikan ijin membuka tanah.
Disamping itu, surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 1888/Menhut-II/2002 tanggal 21 November 2002 bahwa penerbitan surat tanah oleh Kepala Desa/Camat dan pensertifikatkan tanah dalam kawasan hutan oleh BPN tidak dibenarkan.
Hasil penelitian dikawasan, katanya, secara administratif areal kebun UD Kartika terletak di Desa Pekan dan Kayu Besar, Kec Bandar Khalipah, Kab Sergai yang mana luas perkebunan 650 Ha dan telah ditanami kelapa sawit dengan usia tanaman 6 tahun telah melakukan pelanggaran–pelanggaran hukum, pelanggaran hukum bidang kehutanan.
Terlihat jelas, meski telah dilakukan revisi, bahwa hingga saat ini status areal masih dalam kawasan hutan lindung tersebut. Namun, banyak surat yang diterbitkan oleh pejabat daerah setempat, juga membangun usaha perkebunan dikawasan hutan tanpa legalitas, tidak adanya ijin penggunaan atau ijin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
Ditambahkan, UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan berdasarkan ketentuan pasal 50 ayat (3) huruf (a) dan (b) yang menyatakan, setiap orang dilarang mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
Huruf (b) merambah kawasan hutan dan atas perbuatan tersebut pengurus atau pimpinan perkebunan UD Kartika diancam pidana berdasarkan ketentuan yang tercantum pada pasal (50) ayat (3) huruf (a), huruf (b), atau huruf (c), diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Sementara, ketentuan pasal 78 ayat (15), yakni semua hasil hutan dari kejahatan dan pelanggaran termasuk alat angkutan yang dipergunakan untuk kejahatan atau pelanggaran sebagai mana dimaksud dalam pasal ini dirampas. SOEKRY