TAPUT – SUMBER
Pembangunan jembatan Situnggappa di Kec. Siatas Barita, Tapanuli Utara (Taput) disoal oleh kalangan masyarakat. Pembangunan ini menelan dana APBD 2015 sebesar Rp 396.816.000 di Dinas PUK Taput. Ya, pembangunan jembatan penghubung antar desa ini karena sudah tak layak untuk dilintasi.
Mencuatnya persoalan ini menyusul temuan indikasi penyimpangan oleh LSM LP3D Taput di lokasi proyek. Menurut koordinator LP3D Taput, Sanriko L. Tobing, dugaan penyimpangan itu yakni pengurangan volume pekerjaan jembatan.
Menurutnya, ditemukan perbedaan volume di gambar proyek dengan volume saat pekerjaan, salah satunya dalam pemasangan pondasi jembatan.
Dijelaskan, kedalaman pondasi jembatan hanya pada 2 tempat bersebelahan dikurangi sekitar 20% bahkan sampai 30%. Menurutnya, pengurangan kedalaman tersebut dapat mengakibatkan daya tahan jembatan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ia menuding, dugaan penyimpangan anggaran itu masuk ke kantong rekanan.
Sementara, PPK proyek berinisial LS saat dikonfirmasi SUMBER mengatakan, pengurangan volume tersebut sudah sesuai aturan. “Itu sudah sesuai aturan dan diketahui oleh Kepala Dinas PU. Itu adalah Addendum,” kata dia.
Menurutnya, Addendum dilakukan karena tanah galian pondasi sangat keras sehingga alat berat yang digunakan untuk menggali tidak mampu. “Makanya dibuatlah Adendum. Namun, sebagai pengganti Adendum, diganti pada penambahan panjang drainase,” jelasnya.
Meski demikian, LS mengakui bahwa berita acara Addendum belum dibuat. Ia mengaku berita acara tersebut akan secepatnya dibuat.
Menurutnya, pengurangan tersebut tidaklah mengurangi kekuatan atau daya tahan jembatan atas beban yang lewat. Karena, kata dia, itu sudah diperhitungkan sebelumnya. “Tidak akan terjadi apa apa. Tidak ada pengaruhnya walaupun ada pengurangan kedalaman. Itu kan sudah diperkirakan,” cetus LS.
Menanggapi itu, Koordinator LSM LP3D, Sanrico mempertanyakan apakah Addendum tersebut diketahui oleh Inspektorat sebagai pengawas penggunaan anggaran. Selain itu, ia juga mempertanyakan apakah ada perubahan gambar terhadap pengerjaan proyek tersebut.
Sebab, menurutnya, ketika ada Addendum maka harus ada perubahan terutama pada gambar serta harus dalam sepengetahuan Kepala Dinas, PPK, pihak rekanan dan Inspektorat. Disamping itu, lanjutnya, harus ada berita acara. “Bahkan, pekerjaan proyek harus dihentikan karena ada perubahan gambar,” katanya.
Namun, kata dia, hal tersebut tidak dilaksanakan oleh pihak Dinas PU. Diduga, dalam hal ini terjadi ‘main mata’ antara pihak rekanan dan Dinas PU. “Rekanan dan Dinas PU sama-sama mau kaya, tetapi hasil kerja bisa mengancam keselamatan pengendara atau masyarakat pengguna jembatan,” tuding Sanrico.
Sementara, menanggapi informasi bahwa proyek tersebut adalah milik anggota DPRD Sumut yang berasal dari dapil Taput, Sanrico lantas merasa heran. “Apa DPRD bisa main proyek?. Ini harus disikapi secara serius. Wakil rakyat harusnya menunjukkan sikap menjadi teladan,” tutup Sanrico.
- MAJU