LAPORAN : PARDY SIMALANGO – TANAH KARO
Ratusan mahasiswa Universitas Quality adakan aksi, Jumat (25/1) sekira pukul 15.00 Wib di halaman kampus Universitas Quality, Desa Lau Gumba, Berastagi, Kabupaten Karo untuk memprotes kebijakan kampus yang dianggap ‘mencekek leher’. Pasalnya, berdasarkan surat keputusan rektor Universitas Quality Hasfin Hardi, SE, M.Si No: 2591/SK-U/UQ/XII/2012 bahwa setiap keterlambatan pembayaran cicilan 1 (satu) sebesar 50% dan terlambat pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) akan dikenakan denda sebesar Rp 100.000,-/ hari dan dikenakan denda Rp 25.000,-/ mata kuliah setiap keterlambatan pembayaran uang kuliah.
Dikatakan sejumlah mahasiswa kepada kru Koran ini disela-sela aksi, mereka juga mempertanyakan mengenai peruntukan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) yang dikenakan sebesar Rp 960.000,-/ semester. Akan tetapi sarana dan prasarana penunjang pendidikan di universitas tersebut, tidak sebanding dengan yang ada saat ini, karena mahasiswa sangat membutuhkan dibangunnya kantor sekretariat kemahasiswaan dan mushola yang hingga saat ini belum terealisasi. Disamping itu, kejelasan daripada akreditasi masing-masing fakultas, ijazah, dan yang paling fatal mengenai ijin daripada berdirinya kampus tersebut hingga saat ini menjadi pertanyaan dikalangan mahasiswa.
Pantauan SUMUTBERITA.com dilokasi kampus Universitas Quality, tampak ratusan mahasiswa memprotes kebijakan yang dibuat pihak kampus yang dianggap sangat memberatkan mereka. “Kebijakan kampus ini terlalu memberatkan kami bang. Mereka pikir ada pohon duit kami?. Kami pun tahu kalau uang kuliah itu sudah menjadi kewajiban kami, ya pasti kami bayar. Tapi kalau dibuat denda Rp 100 ribu per hari bagi yang terlambat bayar uang kuliah, itu gak pantas lagi. Harusnya mereka berfikir kalau mahasiswanya banyak yang kurang mampu. Ini sama saja namanya mencekek leher,” ujar salah seorang mahasiswa yang enggan menyebut namanya.
Aksi penurunan spanduk yang bertuliskan tentang denda keterlambatan pembayaran uang kuliah juga mewarnai aksi demo yang dilakukan sejumlah mahasiswa. Sejumlah mahasiswa merasa keberatan dengan dipajangkannya spanduk tersebut karena mereka menganggap pihak kampus tidak memperhatikan banyaknya siswa yang kurang mampu.
Disela-sela aksi, mahasiswa yang menghubungi Ketua Yayasan Bukit Barisan Tiandi Lukman melalui telepon selulernya yang disaksikan kru media ini terkait hal ini mengatakan, “Kebijakan yang dibuat oleh rektor tidak dapat diubah lagi. Jika mahasiswa melakukan aksi demo biarkan saja, itu hak mereka. Kalau tidak setuju dengan kebijakan tersebut, silahkan berhenti saja,” ujar Tiandi melalui telepon selulernya.