MEDAN-SUMBER
Penanganan berbagai kasus dugaan korupsi di Subdit III/Tipikor Ditreskrimsus Poldasu sepertinya berpangkal tapi tak berujung. Hasilnya tak satupun yang memuaskan bagi masyarakat mengingat sangat sedikit kasus dugaan korupsi yang sampai ke meja persidangan.
Inilah yang membuat Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Wilayah Sumut, Rurita Ningrum, gundah gulana. Kepada wartawan, beberapa waktu lalu, Rurita Ningrum, mengeluarkan uneg-unegnya.
“Tidak sedikit kasus-kasus dugaan korupsi yang penanganannya terkesan jalan di tempat. Lucunya lagi, ada kasus yang tersangkanya hanya satu orang. Inikan aneh dan patut dipertanyakan,” kesal Rurita.
Rurita pun mencontohkan kasus-kasus yang belum bisa dituntaskan Tipikor Ditreskrimsus Poldasu. Antara lain kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) senilai Rp 17 miliar dengan tersangka Ilyas Hasibuan.
Sampai sekarang kasusnya belum tuntas, Malah Ilyas Hasibuan yang sempat 2 bulan ditahan Poldasu, akhirnya dikeluarkan karena penyidik tidak dapat melengkapi berkas yang dikembalikan JPU.
Kemudian kasus dugaan korupsi PDAM Tirtanadi sekira Rp5 miliar. Dalam kasus ini Poldasu hanya menetapkan satu orang tersangka yaitu Dirut Azam Rizal. Padahal sebelum Azam Rizal ditahan, penyidik sudah menyatakan Ketua Koperasi Karyawan (Kopkar) Subdarkan Siregar sebagai tersangka. Anehnya sampai sekarang Subdarkan aman dari jeratan hukum.
Rurita pun menduga adanya permainan pasal yang terduga dilakukan oknum penyidik atau ada dugaan pesan sponsor agar hanya Dirut PDAM Tirtanadi yang terjerat hukum.
Begitu juga dengan kasus dugan korupsi proyek pembangunan basecamp PLTA Asahan III di Kabupaten Tobasa senilai Rp17 miliar dengan tersangka Bupati Tobasa, Kasmin Simanjuntak. Sampai saat ini penyidik belum mampu menjerat tersangka dari pihak PT PLN.
“Dalam hal ini saya menduga ada berbau politis dengan tujuan agar Kasmin tidak bisa mencalonkan diri lagi dalam Pilkada mendatang,” kata Rurita.
Kejanggalan penanganan kasus lainnya pun diungkapkan Rurita. Dugaan korupsi pengadaan lahan Balai Benih Induk (BBI) Nias Selatan yang hanya menjerat tiga tersangka, Sekda Nisel Asa’aro Laia, Asisten I Pemkab Nisel Feriaman Sarumaha dan Firman Adil Dachi selaku pemilik lahan seluas 16 hektar.
Sementara keterlibatan Bupati Nisel dan abangnya, Suasana Dachi tidak “disentuh”. Padahal wakil bupati Nisel sudah terang-terangan mengungkapkan kepada penyidik soal keterlibatan bupati Nisel dan abang kandungnya tersebut. Apalagi ada ditemukan aliran dana ke rekening Suasana Dachi abang kandung bupati. Anehnya penyidik justru terkesan membela Suasana Dachi dengan menyebutkan aliran dana itu bayar hutang dari tersangka Firman Adil Dachi saat membeli lahan 16 hektar tersebut. Sementara itu bukti hutang piutang antara abang beradik itu tidak ada.
Selanjutnya, kasus korupsi proyek pengadan Alat Kesehatan (Alkes) dan KB di delapan kabupaten/kota di Sumut yang sampai saat ini “tidak mampu” mengungkap tersangka lain, termasuk keterlibatan para anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Sumut.
Penyidik sendiri sudah memeriksa dan menggeledah kantor Partai Hanura dan ruang kerja para anggota Banggar di gedung DPRD Sumut seperti Zulkifli Efendi Siregar (Hanura), Sigit Pramono Asri (PKS), M. Affan (PDI-P), Ketua DPRDSU Saleh Bangun (Demokrat) dan lainnya. Tapi sampai sekarang tidak ada kelanjutan kasus tersebut.
Begitu juga dengan kasus dugaan korupsi Bupati Simalungun JR Saragih, yang sudah beberapa kali pengaduan disampaikan tapi tidak satu kasus pun yang dapat diungkap. Diantaranya kasus dugaan korupsi pinger print, pemungutan pajak dan sejumlah dugaan korupsi pada proyek lain.
“Dari semua kasus ini tidak ada yang tuntas, semuanya masih mengambang dan tidak jelas siapa pelakunya. Masa korupsi hanya dilakukan satu orang saja..?” tanya Rurita. (SB 04)