MASYARAKAT di tanah air, khususnya masyarakat Sumatera Utara, sepertinya memang benar-benar tak lagi percaya pada Kejaksaan dalam menangani kasus korupsi. Contoh kongkrit, kasus korupsi melibatkan Walikota Sibolga, HM Syafri Hutauruk. Sejumlah saksi sudah diperiksa di Kejatisu, namun tak ada peningkatan penanganan. Diduga, justru harta kekayaan Kajatisu dan Kajari Sibolga yang semakin meroket.
Adalah Januar Efendi Siregar, tersangka kasus dugaan korupsi pembebasan lahan rusunawa Sibolga, Sumatera Utara, yang kemarin siang kembali mendatangi kantot Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangannya kali ini untuk melengkapi bukti-bukti dugaan keterlibatan Wali Kota Sibolga Syarfi Hutauruk, dalam kasus merugikan negara Rp6,8 miliar itu. Mantan Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kota Sibolga tahun 2012 itu putus asa kasus ini ditangani di Sumut. Karena justru orang bawahan nantinya yang akan bertambah menjadi ‘tumbal’.
“Saya mengantar bukti tambahan. Diantaranya rekaman pembicaraan Pak Syafri Hutauruk dengan saya yang isinya memerintahkan saya untuk membayar ganti rugi tanah kepada Adelin Lis (perambah kayu Tapteng-Tapsel yang berhasil melarikan diri dari penjagaan petugas usai vonis dibacakan di PN Medan beberapa waktu lalu,red),” kata Januar kepada wartawan di halaman KPK, siang tadi.
Januar menegaskan perintah pembayaraan tersebut terjadi antara tanggal 25 hingga 28 Juni 2012 melalui telepon. Syarfi menggunakan nomor ponselnya 08116261xxx kepada nomor Januar di 085277889xxx.
“Saya tidak bisa menolak perintah pak walikota, akhirnya tanah saya bayar saja,” jelasnya.
Sementara pembayaran, kata Januar, dilakukan pada 29 Juni 2012 sebesar Rp1,5 miliar dan tahap berikutnya Rp5,3 miliar pada 23 November 2012. Total semuanya Rp 6,8 miliar.
Bulan lalu, Januar untuk pertama kalinya datang ke KPK meminta agar kasus proyek rusunawa diambilalih KPK.
Alasannya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara yang menyidik kasus dinilai tidak obyektif karena Syafri Hutautuk yang sehusnya dijadikan tersangka, malah dibiarkan Kejati hanya sebagai saksi.
“Justru saya yang dijadikan tumbal. Padahal keterlibatan pak Syarfi jelas dan sangat terang benderang,” tegasnya.
Menurutnya, dengan tidak ditetapkannya Syarfi sebagao tersangka, Kejati Sumut tidak bisa lagi diharapkan adil dan fair dalam menyidik suatu kasus. Karenanya lebih baik diambilalih KPK.
Januar datang dari Sumut bersama kuasa hukumnya Raja Induk Sitoempul. Tersangka membawa satu tas rangsel berisi data dan dokumen menyangkut dugaan keterlibatan Walikota Sibolga Sarfi Hutauruk. Dokumen itu klaimnya diserahkan ke pimpinan KPK.
Januar yakin KPK obyektif dalam mengangani suatu kasus korupsi, sehingga dia meminta kasus yang melilitnya lebih baik diusut KPK dari pada Kejaksaan Tinggi Sumut.
Baginya tidak menjadi masalah ditahan, asalkan Sarfi juga ditahan. “Kalau saya dijadikan tersangka , Sarfi juga harus tersangka biar penergakan hukum itu tidak tebang pilih,” ujarnya.
Dia menegaskan melakukan pembayaran tanah Rusunawa sebanyak dua kali. Semuanya atas perintah Sarfi selaku Walikota Sibolga.
Sementara itu kuasa hukunya Raja Induk Sitoempul mengaku heran klinnya dijadikan tersangka oleh Kejati Sumut. Padahal, pembayaran dilakukan Januar tidak lepas dari perintah Wali Kota. “KPK lebih objektif mengusut kasus ini supaya klien kami tidak dijadikan tumbal,” ujarnya.
Bagaimana respon KPK atas kasus ini? diutarakan Raja Induk Sitoempul, bahwa lembaga pimpinan Abraham Samad Cs tersebut menyambut positif laporan serta penambahan bukti-bukti kasus tersebut.
“Positif responnya, dan KPK akan menindaklanjuti serta berkordinassi dengan Kejati Sumut,” kata Raja usai mendampingi kliennya bertemu pihak KPK. (SB 03/ MS)