MEDAN-SUMBER
Ketua Perhimpunan ahli teknik Indonesia (PATI) pusat Ir Timbul Sinaga MHum (foto) mengatakan, Indonesia yang selama ini pengguna teknologi diharapkan menjadi pengikut teknologi yaitu dengan memanfaatkan paten-paten yang sudah milik umum. Hal ini selayaknya dilaksanakan oleh BPPT dan sekaligus dilakukan inovasi teknologi yang selayaknya dilaksanakan oleh kementrian ristek.

Dikatakannya, masing-masing perguruan tinggi dan litbang diharuskan mempunyai riset unggulan, misalnya ITB punya riset unggulan di bidang pesawat atau persenjataan, ITS punya riset unggulan di bidang kapal laut.
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor (peneliti) atas hasil invensinya dibidang teknologi. Masa perlindungan paten diberikan untuk jangka waktu 20 tahun, dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang.
Setelah masa perlindungan habis maka paten-paten tersebut masuk ke dalam domain publik. Artinya siapa saja bebas menggunakannya. Seluruh paten sebelum bulan Agustus 1994 sudah menjadi milik umum, jumlahnya diperkirakan sebanyak 7 juta dokumen di seluruh kantor paten dunia. Paten itu bukan harta karun, katanya.
Negara pengikut teknologi yaitu negara yang memanfaatkan atau memproduksi teknologi (paten) yang sudah menjadi milik umum, seperti Cina dan Korea. Negara pengguna teknologi yaitu negara yang membeli teknologi, seperti Indonesia. Negara inovator, yaitu negara yang melakukan riset dan inovasi paten seperti Amerika, Eropa dan Jepang.
Dikatakannya, dengan teknologi kita bisa memajukan bangsa karena kita negara paling kaya sumber alamnya tetapi masih miskin, ini persoalannya. Kalau saya pulang kampung ke Tapanuli, masih seperti dulu, petani masih mencangkul ke sawah. Tiada perubahan. Seharusnya kita mampu menciptakan traktor dengan harga murah.
Kalau traktor buatan Jepang harganya mahal bisa Rp1,3 miliar kalau buatan Cina Rp700 juta. Dan kalau Indonesia mampu membuat mungkin bisa Rp400 juta, karena bahan bakunya banyak di Indonesia, katanya.
Banyak negara miskin, namun kini sudah diatas kita seperti Malaysia dan mereka kini lebih mampu dari kita. Diharapkan setelah nanti Jokowi jadi Presiden yang mencanangkan kita berdaulat pangan tentu harus diimbangi dengan teknologi. Kalau mau mandiri dalam pangan harus dilakukan dengan teknologi tidak seperti sekarang ini petani masih menggunakan cagkul di sawah.
Menjawab wartawan, Timbul mengatakan, dengan UU Desa 2015 bahwa setiap desa dapat bantuan pemerintah Rp1 miliar,maka 2 desa bergabung bisa membangun 1 PKS (pabrik kelapa sawit) mini berbiaya sekitar Rp1,7 miliar, sehingga ke depan petani sawit bisa menjual hasil kebun sawitnya lebih bernilai ekonomis. Demikian juga petani karet, kemenyan dan lainnya tidak lagi menjual dalam bentuk mentah,tapi diolah dulu dengan teknologi. Kita (Indonesia) harus memanfaatkan 7 juta paten yang sudah milik umum itu, sehingga petani kita lebih sejahtera.
Paten yang dimohonkan perguruan tinggi, diberikan intensif oleh pemerintah.Tidak susah mendapat hak paten itu, namun ada syarat yang harus dipenuhi. Diharapkan teknologi segera masuk desa,katanya.
Seminar dibuka Dekan Fakultas Pertanian USU Prof Dharma Bakti. Turut memberi sambutan Ketua dan dewan ahli teknik PATI Prof Hiras Tobing dan juga memberi masukan pada seminar itu Prof Johannes Tarigan, Dr Ir Satya Negara Lubis, Harmen Nasution. Terlihat hadir disana Thomson Sebayang, Edward Pangaribuan, Erwan Hasibuan dan lainnya. (SB 10)