TANAH KARO – SUMBER
Setelah berjalan hampir dua tahun, kasus penganiayaan, pengrusakan dan pengancaman yang dilakukan oleh Bripka Efendy Iswanto Munthe alias Ham Raja selaku personil Direktorat Lalu Lintas Satuan Patroli Jalan Raya (PJR) Poldasu, akhirnya berlanjut ke meja sidang.
Ya, oknum polisi Bripka Efendy Munthe diketahui melakukan tindak kriminal tersebut kepada Martinus Munthe (38) warga Desa Pancur Batu, Dusun Aek Popo, Kecamatan Merek pada tanggal 2 Juni 2014 silam.
Peristiwa yang terjadi di depan Rumah Makan Tiara Sipiso-piso Desa Merek, Kecamatan Merek ini, sebelumnya telah dilaporkan ke Mapolres Karo dengan surat tanda penerimaan laporan Nomor : STPL-C/364/VI/2014/SU/RES T.KARO.
Terkait itu, agenda sidang pertama telah digelar di Pengadilan Negeri Kabanjahe, Kamis (14/4) lalu dengan dihadiri korban Martinus Munthe dan terdakwa yang diwakili kuasa hukum. Turut hadir Jaksa Penuntut Umum (JPU) Raffles Devit Napitupulu.
Menurut Raffles Devit Napitupulu saat ditemui SUMUTBERITA di Kantor Kejaksaan Negeri Kabanjahe kemarin menyebutkan, sidang kasus ini masih terus berlanjut. Dikatakan, pihaknya sudah meminta keterangan sejumlah saksi korban terkait aksi pengrusakan dan pengancaman yang dilakukan oleh pelaku.
“Pelaku terbukti melakukan pengrusakan terhadap mobil pick up jenis Daihatsu Granmax. Kaca mobil bagian depan dan sebelah kanan pecah akibat dipukul pelaku menggunakan cangkul. Itu disaksikan oleh beberapa saksi di lokasi kejadian,” kata Raffles.
Selain itu, kata dia, pelaku juga terbukti melakukan tindak pidana pengancaman setelah menembakkan senjata api (senpi) ke udara. “Itu sudah jelas pengancaman. Letusan tembakan senpi itu disaksikan dan didengar langsung oleh beberapa saksi,” sebutnya.
Meski demikian, katanya, proyektil peluru yang ditemukan korban di dalam gerobak mobilnya saat mencuci mobil tersebut seminggu pasca terjadinya peristiwa itu, tidak dapat dijadikan bukti sehingga tidak dimasukkan ke dalam berkas kasus tersebut.
“Proyektil peluru itu tidak kuat dijadikan sebagai alat bukti. Sebab, saksi tidak ada yang melihat pelaku menembakkan senpi itu ke arah korban yang bersembunyi di balik gerobak mobil. Letusan senpi yang ditembakkan pelaku ke atas sudah cukup kuat untuk menjadi bukti atas aksi pengancaman itu,” ujar Raffles.
Dijelaskan, dalam kasus ini, pelaku didakwa dengan pasal 406 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 2 tahun 8 bulan dan pasal 335 dengan ancaman hukuman penjara maksimal 1 tahun dari Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut keterangan Martinus sebelumnya, motif kejadian itu bermula dari sengketa tanah warisan milik kakeknya. Karena pihak korban meminta masalah harta warisan itu agar di musyawarahkan kembali, membuat pelaku Bripka Efendy Munthe merasa keberatan.
“Gitu aku sampai di depan rumah makan itu mau markirkan mobil, tiba-tiba dia datang. Dia langsung nyetop mobilku, dia suruh aku turun. Pas aku keluar langsung aku dipukulinya, dihantamnya pulak aku pakai gagang cangkul. Karena aku gak tahan, langsung aku lari,” katanya.
Namun, aksi Bripka Efendi tak hanya sampai disitu. Tak puas setelah menganiaya korbannya yang telah melarikan diri, ia mengeluarkan pistolnya lalu menembakkannya ke arah Martinus sebanyak dua kali. Beruntung bagi Martinus. Ia dapat dapat mengelak sehingga ia terhindar dari maut.
Ironisnya, aksi tersebut dilanjutkan pelaku dengan merusak mobil Daihatsu Granmax milik korban yang terparkir di lokasi dengan menggunakan cangkul, sehingga mobil tersebut mengalami kerusakan yang cukup parah. Puas dengan hal itu, ia pun berlalu dari lokasi.
-
PARDI SIMALANGO