LAPORAN : SEMPURNA – KABANJAHE
Aksi unjuk rasa yang dilakukan Gerakan Masyarakat Peduli Karo (GMPK) Jumat, (31/8) sekira Jam 10.00 Wib di Kabanjahe, terkait aksi unjuk rasa itu beberapa penambang dolomit merasa gerah serta mengatakan, bahwa adanya aksi tersebut mereka merasa kehilangan mata pencaharian.
Terkait timbulnya pro kontra dari para penambang itu membuat, Julianus Sembiring Spd salah satu dari anggota GMPK langsung angkat bicara. Julianus menuding pihak-pihak mengaku sebagai penambang tersebut lebih mementingkan pribadinya dan kroni-kroninya sehingga tidak jernih berpikir untuk menyikapi tuntutan para pemilik angkutan beserta supir truk pengangkut dolomit itu sendiri.
“Persoalan yang diusung GMPK tidak pernah mengatasnamakan penambang dolomit, itu harus dipahami. GMPK melakukan aksi demo berdasarkan keluhan para pemilik angkutan dan supir truk perihal kutipan yang dibebankan sudah berbentuk pemerasan,” tegas Julianus Sembiring.
Lebih rinci dibeberkan Julianus, pengutipan dana sebesar Rp 80.000 yang dilakukan Dinas Tamben di Desa Payung Kecamatan Payung disebut-sebut berdasarkan kesepakatan bersama dengan dalih sumbangan pihak ke tiga untuk penambahan PAD yang bersumber dari pertambangan tidak dapat dibenarkan. Sebab menurutnya, hal itu sudah bertentangan dengan Undang-Undang No. 32 Thn 2004 Pasal 157,158 dan Undang-Undang No 33 tahun 2004 Pasal 6 yang menerangkan tentang sumber-sumber PAD.
“Jadi masalahnya tidak dibenarkan adanya sumbangan dari pihak ketiga, bilamana penambang ingin menyumbang kepada Pemkab Karo untuk penambahan Pendapatan Asli Daerah, hal tersebut sah-sah saja. Namun persoalannya kenapa ada istilah sumbangan penambang dolomit itu dibebankan kepada pemilik dan supir truk“ ujarnya kepada kru SUMUTBERITA.com, Senin (3/9) sekira Jam 16.30 wib di Kabanjahe.
Ditambahkannya lagi, perlu dipertegas bahwa GMPK menganggap tindakan pengutipan yang dilakukan oleh Dinas Tamben Kabupaten Karo itu telah melanggar ketentuan Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang perubahan Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi yang terdapat pada pasal 12 huruf E,” jelasnya.
Sedangkan timbulnya persoalan baru bagi para pemilik tambang dolomit tidak dapat beroperasi tidak ada sangkut pautnya dengan GMPK. Ditutupnya penambangan murni karena masa izin penambangan yang dimiliki para pengusaha tambang habis masa berlakunya. Hal itu berdasarkan surat edaran Bupati Karo tertanggal 06 januari 2012 yang berisikan bahwa, Bupati Karo meminta kepada seluruh penambang dolomit agar menghentikan kegiatan penambangan.
“Aksi GMPK pada waktu itu tidak ada hubungannya dengan penambang dolomit, kami hanya mengadvokasi para supir dan pemilik truk dolomit yang merasa dirugikan terhadap kesepakatan para penambang dolomit dengan Pemkab Karo.”jelasnya sembari menambahkan bahwa, GMPK meminta DPRD Karo untuk membentuk Panitia Khusus (pansus) guna mengusut pengutipan dana yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Karo kepada seluruh supir truk dolomit.
Sedangkan Josua mengatakan, supaya penambang itu jangan senaknya berbicara sembarangan,karena kami pemilik truk merasa sangat dirugikam akibat adanya kesepakatan penambang dan pihak pemkab Karo.Kami merasa GMPK ini benar-benar memperjuangkan masyarakat Karo dan bukan penjilat,” ujarnya