SIARAN PERS (OGI WICAKSANA) | JAKARTA
Global Peace Festival Indonesia Foundation (GPFIF) menyelenggarakan Character and Creativity Initiative Visionary Meeting pada 7 Nopember 2013. Bertempat di @atamerica Pacific Place, GPFIF mengumpulkan orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan untuk bertemu dan berkenalan dengan Character and Creativity Initiative (CCI). Pada acara ini, para hadirin juga berkesempatan untuk berdiskusi langsung dengan Dr. Tony Devine, Ed.D. Vice President of Global Peace Foundation International sekaligus Executive Director of LeadIn dan juga Shafiq Pontoh, Chairman Gerakan Indonesia Berkibar
CCI adalah program dari LeadIn (www.leadin.org), sebuah divisi pendidikan dari Global Peace Foundation (www.globalpeace.org) dimana GPFIF bekerja sama dengan guru, orang tua, dan pihak-pihak lainnya untuk memberikan pendidikan karakter dan kreativitas pada para siswa dengan cara mentransformasi budaya sekolah. Program CCI menargetkan pada pengembangan kapasitas profesi untuk guru, kepala sekolah, orang tua, dan staf yang ada di sekolah yang bertujuan untuk membekali para pendidik dengan pengetahuan tentang karakter dan kreativitas, untuk membuat budaya yang ada di sekolah menjadi lebih relevan untuk abad ke-21. Sebuah studi menunjukkan 22% anak muda di Indonesia berada dalam kelompok Not in Employment, Education or Training (NEETS). Angka ini adalah yang tertinggi di ASEAN.1 Selain itu, sekitar 360.000 lulusan strata-1 (S1) di Indonesia juga berada di kategori NEETS (BPS, 2013).
CCI Coordinator Indonesia Michelle Winowatan, menyatakan, “CCI adalah sebuah metode dimana para pengajar dibekali dengan pengetahuan karakter dan kreativitas sehingga mereka bisa menjadi pemimpin di kelas mereka masing-masing, tanpa dibatasi oleh kurikulum atau apa pun itu. Guru memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja di kelas. Untuk itulah lewat CCI, kami ingin mendorong para guru untuk melakukan sesuatu yang kreatif sebagai seorang pemimpin di kelas.”
“Di Kenya seorang guru berinisiatif meluangkan waktunya bagi para murid yang ingin curhat tentang masalah pribadi mereka. Hal ini menciptakan ikatan antara guru dan murid yang membentuk suatu kenyamanan. Semuanya terkait dengan kreativitas yang juga mengedepankan karakter dan bagaimana itu semua dapat mentransformasi budaya atau kebiasaan yang kurang baik di sekolah menjadi budaya yang nyaman, aman, dan kondusif baik bagi pengajar ataupun siswa. Inilah cara yang relevan dengan abad 21. Menurut saya inilah poin penting dari CCI yang patut diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia,” tutur Michelle.
Pada akhir tahun 2013 GPFIF akan memulai CCI di Indonesia, dan di awal tahun depan akan menjadikan 10 sekolah model/percontohan bagi sekolah lainnya. Setelah itu GPFIF berharap untuk menambah lagi jumlah sekolah CCI dan pada akhirnya GPFIF berharap CCI bisa diterapkan di seluruh Indonesia.
Sekilas Mengenai Character and Creativity Initiative
CCI adalah program dari LeadIn (www.leadin.org), sebuah divisi pendidikan dari Global Peace Foundation (www.globalpeace.org) dimana kami bekerja sama dengan guru, orang tua, dan pihak-pihak lainnya untuk memberikan pendidikan karakter dan kreativitas pada para siswa dengan cara mentransformasi budaya sekolah. Program ini menargetkan pada pengembangan kapasitas profesi untuk guru, kepala sekolah, orang tua, dan staf yang ada di sekolah yang bertujuan untuk membekali para pendidik dengan pengetahuan tentang karakter dan kreativitas, untuk membuat budaya yang ada di sekolah menjadi lebih relevan untuk abad ke-21.
CCI telah dilaksanakan di beberapa negara seperti Kenya, Uganda, Nigeria, Amerika Serikat, Paraguay, dan Brazil dengan tingkat kesuksesan yang tinggi. Laporan resmi dari lembaga riset di Kenya menunjukkan bahwa sekolah dengan program CCI:
1) mengalami peningkatan kualitas akademik,
2) menciptakan suasana sekolah yang lebih kondusif dan nyaman untuk para siswa dan guru beraktifitas
3) mengalami peningkatan kepuasan kerja dari para guru dan staf
mengurangi kasus tawuran, kekerasan, dan bullying di sekolah, dan lain-lain.
Kesuksesan CCI dalam mengembangkan kualitas dan mentransformasi budaya yang ada di sekolah-sekolah di negara tersebut mendorong kami untuk menginisiasikan program ini di Indonesia. Sebuah studi menunjukkan 22% anak muda di Indonesia berada dalam kelompok Not in Employment, Education or Training (NEETS). Angka ini adalah yang tertinggi di ASEAN.1 Selain itu, sekitar 360.000 lulusan strata-1 (S1) di Indonesia juga berada di kategori NEETS (BPS, 2013). Hal ini menunjukkan adanya ketidakselarasan dalam pendidikan di sekolah dan kualitas yang dibutuhkan di dunia nyata. Kami yakin bahwa CCI dapat membantu untuk mengatasi permasalahan tersebut.