TANAH KARO – SUMBER
Sebanyak 30 orang personel Polres Karo diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri dan Polda Sumut terkait bentrok antara warga Desa Lingga dan personel Polres Karo, Jumat (29/7/2016) lalu.
Keterangan yang diperoleh SUMUTBERITA dari Kapolres Karo AKBP Pangasian Sitio di ruang kerjanya, Rabu (3/8/2016) petang mengatakan, pihaknya akan transparan dalam penyelidikan yang dilakukan tersebut.
“Tim Propam Mabes Polri dan Polda Sumut sudah datang untuk melakukan pemeriksaan di Mapolres Karo. Kita sudah berikan keterangan sebagaimana terjadinya peristiwa tersebut. Ada sekitar 30 orang lebih yang diperiksa, termasuk saya sendiri,” jelas Sitio.
Ia mengklaim, upaya penanganan kericuhan yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan prosedur. Ia juga menjamin setiap anggotanya sudah diberikan arahan dan paham metode penanganan kericuhan.
“Saya sudah bertugas jadi polisi selama 19 tahun dan lama di Jakarta. Jadi sudah biasa menangani kerusuhan. Mulai dari masa tenang, mulai anarkis sampai overmark (terdesak-red) untuk melakukan tindakan. Saya yakin anggota juga tahu dan yakin kami tidak menyalahi ketentuan,” kata dia.
Dalam kericuhan tersebut, ia meyakini warga sudah menyiapkan batu, bom molotov serta benda tajam. Menurutnya, warga juga sudah berniat membakar Polres Karo, sehingga upaya pencegahan dan pengarahan untuk melindungi markas komando langsung diberikan kepada anggota yang berdinas saat itu.
“Bukan hanya warga yang terluka, anggota kita juga ada lima orang yang terkena lemparan batu. Tapi memang tidak ada yang terkena luka akibat senjata tajam,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya menembak ke udara untuk memberikan peringatan agar massa tidak melakukan penyerangan.
“Kekuatan kita saat itu cuma 75 orang, sementara warga ada sekitar 500 orang. Gitu sampai di Polres, mereka langsung melempari batu. Dari 15 personel kita yang sebelumnya diserang di pos polisi Desa Lingga, kita dapat informasi bahwa sudah ada teriakan warga untuk membunuh dan membakar polisi,” jelasnya.
Ditambahkan, saat diserang, pihaknya juga sudah mengingatkan warga melalui pengeras suara agar tidak anarkis. Akan tetapi, himbauan itu tidak diindahkan hingga kita harus melepaskan tembakan berpeluru tajam saat terjadinya kericuhan di depan Mapolres Karo.
Ia menyebutkan, pelepasan tembakan berpeluru tajam itu sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Pihaknya pun sudah melepaskan tembakan peringatan sebelum akhirnya terpaksa melepaskan peluru tajam.
“Perintah menembak itu langsung dari saya. Anggota juga sebelumnya sudah kita kasih arahan. Sekira setengah jam sebelum warga menyerang, kita sudah mendapatkan informasi dan kita langsung arahkan anggota. Tidak langsung peluru tajam. Kita terlebih dahulu gunakan peluru hampa dan peluru karet,” ujarnya.
Keputusan untuk menggunakan peluru tajam, kata Pangasian, diambil untuk melindungi diri dari kondisi polisi yang saat itu kalah jumlah dari warga. Apalagi saat itu sudah ada pihak-pihak yang memprovokasi warga untuk membunuh polisi saat menyerang Mapolres Karo.
Saat ditanya apakah warga yang tewas dalam kericuhan itu akibat tembakan dari anggotanya, Pangasian menyatakan hal tersebut masih dalam penyelidikan. Akan tetapi, ia meyakini kematian korban bukan karena terkena tembakan.
Lebih lanjut dikatakan, saat itu ada sekira 20 personel yang menggunakan senjata api, termasuk dirinya. “Jadi kalau kita menembak warga dengan peluru tajam, tentunya yang tewas bukan satu. Ini masih diselidiki penyebab kematiannya. Tapi informasi yang beredar, tewasnya akibat benda tumpul,” tandasnya.
-
PARDI SIMALANGO