LAPORAN : ASOSIASI ADVOKAT IINDONESIA (AAI) – JAKARTA
Pada hari Selasa tanggal 2 Oktober 2012 dihadapan peserta Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri Indonesia (RAPIMNAS KADIN) telah dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara KADIN dengan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Dalam penandatanganan MoU tersebut, pihak KADIN di wakili oleh Ketua Umum Kadin, Suryo Bambang Sulisto dan pihak AAI, di wakili oleh Ketua Umumnya, Humphrey Djemat.
Adapun ruang lingkup yang diatur dalam MoU ini yaitu meliputi bantuan hukum dan pendampingan hukum yang diberikan oleh AAI bagi pengusaha KADIN khususnya Usaha Kecil dan Menegah (UKM). Dimana bantuan hukum ini meliputi penanganan perkara litigasi (pengadilan baik perdata maupun pidana, penyelidikan, penyidikan ditingkat kepolisian) dan non-litigasi (penyelesaian sengketa diluar Pengadilan). Selain memberikan bantuan hukum, AAI juga melakukan pendampingan hukum bagi pengusaha KADIN khususnya bagi UKM yaitu berupa konsultasi, pengurusan perijinan yang berkaitan dengan usaha, pengurusan merek dan paten, memberikan pembekalan hukum baik berupa seminar hukum maupun kegiatan sosialisasi yang berkaitan dengan peraturan dibidang usaha, perekonomian, keuangan, industri dan perdagangan, pajak dan lainnya yang terkait.
Kerjasama yang dilakukan ini akan melibatkan seluruh Advokat AAI baik yang ada di Jakarta maupun yang di daerah dan akan dilakukan secara pro-aktif dengan menempatkan Advokat AAI di sentra-sentra UKM, seperti di lokasi UKM di Pasar Tanah Abang dan lokasi UKM di Pasar Induk di Jakarta.
Dalam siaran persnya (2/10/2012) Humphrey Djemat menjelaskan mengenai latar belakang diadakannya kerjasama ini yaitu bahwa Pelaku Usaha baik itu UKM mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Terlebih lagi UKM yang jumlahnya mencapai jutaan diseluruh Indonesia dan mempunyai posisi yang sangat strategis baik secara ekonomi maupun financial dan pengembangan sumber daya manusia yang merata. Pada krisis ekonomi yang terjadi beberapa waktu yang lalu saja, dimana hingga saat ini banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan terhenti aktifitasnya.
Namun UKM terbukti lebih tangguh dalam mengalami krisis tersebut. Namun disisi lain banyaknya permasalahan yang tengah dihadapi oleh UKM khususnya permasalahan hukum seperti merek, paten, ijin usaha, pajak, pungutan liar, perjanjian pembiayaan atau pendanaan dengan pihak ketiga dan sikap pemerintah yang kurang memberikan perlindungan untuk UKM serta minimnya pengetahuan UKM tentang hukum yang menyebabkan pelaku UKM sering menjadi korban pemerasan berbagai oknum. Bahkan masalah hukum ini bukan saja terjadi pada UKM namun sebagian besar Pelaku Usaha mempunyai masalah yang sama. Hal ini menjadi permasalahan yang kompleks dan perlu diatasi demi menunjang kelancaran dan keberhasilan usaha yang sedang dijalaninya, untuk itulah AAI bekerjasama dengan KADIN untuk memberikan perlindungan hukum bagi Pelaku Usaha khususnya UKM dalam bentuk bantuan hukum dan pendampingan hukum.
Selanjutnya Humphrey menjelaskan bahwa tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh KADIN dan AAI dalam kerjasama ini yaitu agar terciptanya pemahaman yang komprehensif mengenai hak dan kewajiban para Pelaku Usaha khususnya UKM, dan agar terciptanya perlindungan hukum bagi Pelaku Usaha khususnya bagi UKM, serta adanya solusi atau problem solving terhadap permasalahan hukum yang ditengah dihadapi oleh para Pelaku Usaha dan UKM. Selain itu kerjasama ini juga bertujuan agar terciptanya keamanan dan kenyamanan bagi para Pelaku Usaha termasuk UKM dalam menjalankan usahanya sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas hasil usaha yang baik dan kesejahteraan bagi Pelaku Usaha maupun karyawannya dan berdampak sangat baik bagi perkembangan perekonomian Indonesia.
Dasar hukum dilakukannya kerjasama ini menurut Humphrey yaitu, sebagaimana kita ketahui dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum (equality before the law). Hal ini memberi pengertian bahwa tidak ada perlakuan diskriminatif bagi setiap Warga Negara termasuk perlindungan hukumnya. Hal ini pun berlaku bagi seluruh Pelaku Usaha di Indonesia termasuk UKM. Jadi harus ada keseimbangan antara perlindungan hukum bagi konsumen dan pelaku usaha, sebagaimana pula yang telah diamanatkan oleh Pasal 6 ayat (2) Undang – Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, mengatur tentang Hak Pelaku Usaha yaitu : “ Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik”. Namun permasalahan Pelaku Usaha tidak saja berkaitan dengan Konsumen dan masih banyak masalah lain yang perlu diatasi segera, sebab kalau dibiarkan akan menghambat bahkan bisa mematikan usaha yang tengah berjalan dan akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Untuk itu pemerintah harus memberikan perhatian khusus mengenai perlindungan hukum bagi Pelaku Usaha ini khususnya bagi UKM. Jadi bukan saja hanya pembinaan dan hasil produksinya yang diperhatikan, perlindungan hukum ini pun sangat penting. Bersyukurlah KADIN merespon positif terhadap pentingnya perlindungan hukum bagi Pelaku Usaha khususnya bagi UKM ini sehingga kerjasama dengan AAI ini dapat dilaksanakan.
Dalam kerjasama ini Humphrey menegaskan bahwa AAI dan KADIN sama-sama berkomitmen untuk tidak boleh melakukan suap terhadap berbagai pihak yang terkait. Kita akan menyelesaikan segala sesuatunya dengan cara professional dan dijalur yang benar, dan semua pengeluaran yang dilakukan harus bersifat transparan dan akuntable, serta semua kegiatan harus dilaporkan dan bersifat terbuka.