MEDAN-SUMBER
Kelebihan jumlah guru di perkotaan berdampak pada tunjangan sertifikasi guru. Pasalnya, banyak guru yang tidak mampu memenuhi tuntutan 24 jam mengajar, sehingga terancam tidak mendapatkan tunjangan profesi.
”Di Medan saja, sekitar 39 persen guru tingkat SMP terancam tidak mendapatkan tunjangan profesi karena tidak mampu memenuhi 24 jam mengajar akibat berlebihnya guru. Sebaliknya di desa-desa terpencil, jumlah guru justru sangat minim,” kata pakar pendidikan Unimed Dr Irsan Rangkuti dalam acara workshop program “Penataan dan Pemerataan Guru (PPG) USAID Prioritas”, di Ballroom Hotel Aryaduta, Medan, kemarin.

Dalam kesempatan itu, Gubsu Gatot Pujo Nugroho diwakili Kepala Bagian Pendidikan Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Biro Binkemsos Setdaprovsu Dra Rosmawati Nadeak MPd mengatakan, Pemprovsu siap menindaklanjuti hasil PPG yang dilakukan USAID Prioritas. Untuk itu, Pemprovsu berencana membentuk tim khusus PPG. Dewan pendidikan provinsi diharapkan memimpin pembentukan tim PPG ini.
”Saya akan rekomendasikan kepada Gubernur Sumatera Utara agar program ini segera dikerjakan,” kata Rosmawati.
Dikatakannya, implementasi PPG ini diperlukan untuk mendukung keberhasilan program kerja Gubsu. Salah satu visi Gubsu adalah menjadikan sumberdaya di Sumut memiliki daya saing baik di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.
Peningkatkan daya saing harus dimulai dengan menyediakan layanan pendidikan bermutu. Untuk menyediakan itu dibutuhkan dukungan guru yang bermutu pula, katanya.
Sedangkan Kepala Bidang Sosial Budaya Badan Penelitian dan Pengembangan Pemprovsu Dwi Purwanti MPd mengatakan, guru profesional harus segera didistribusikan ke sekolah dan wilayah yang kekurangan guru di Sumut. Pendistribuan ini mendesak dilakukan. Sebab, dari hasil kajian Balitbang, ditemukan guru PNS masih menumpuk di perkotaan.
Akibat guru PNS terkonsentrasi di perkotaan terjadi kesenjangan baik dari segi jumlah maupun mutu gurunya. Dwi Purwanti mencontohkan, di tingkat sekolah dasar (SD) banyak sekolah kekurangan guru sehingga harus merekut 31.361 guru honor agar proses pembelajaran bisa berlangsung. Padahal, 84 persen guru SD adalah pegawai negeri sipil.
“Jika guru PNS tersebut didistribusikan, maka hanya 9.937 orang guru honor yang dibutuhkan. Sehingga ada 21.424 guru honor SD yang berlebih. Untuk membiayai guru honor berlebih itu dibutuhkan lebih dari Rp179 miliar setiap tahunnya. Ini adalah inefisiensi,”katanya.
Sedangkan Koordinator Provinsi USAID Prioritas Sumut Agus Marwan mengatakan, pihaknya bersedia membantu untuk melaksanakan PPG. USAID Prioritas akan menyediakan tenaga ahli guna membantu kab/kota menganalisis data dan merancang alternatif kebijakan yang dapat dilakukan untuk mendistribusikan guru.
“Dukungan ini kami berikan, agar kab/kota dapat menyediakan pendidikan yang bermutu. Jika guru-guru terbaik kita bisa mengajar di sekolah-sekolah yang membutuhkan maka mutu pendidikan akan meningkat,” katanya.
Diterangkannya, program USAID Prioritizing Reform, Innovation, Opportunities for Reaching Indonesia’s Teacher, Administrators, and Students (USAID Prioritas) adalah program lima tahunan yang didanai oleh United States Agency for International Development (USAID).
Program ini didesain untuk membawa pendidikan berkelas dunia kepada banyak siswa di Indonesia. Di Sumut, program ini bekerja di 15 kabupaten/kota (Medan, Binjai, Deli Serdang, Tebing Tinggi, Tanjungbalai, Labuhan Batu, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Sibolga, Nias Selatan, Labuhanbatu Utara, Serdang Bedagai dan Humbang Hasundutan) dan 2 LPTK mitra USAID Prioritas (Unimed dan IAIN).
Turut berbicara dalam workshop itu, Kadis Pendidikan Labuhan Batu Iskandar MPd dan Kadis Pendidikan Toba Samosir Lalo H Simanjuntak. Workshop dipandu Dr Matsuhito Solin MPd. (SB 10)