JAKARTA, SUMUTBERITA.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan petunjuk baru untuk mengembangkan penyidikan kasus korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut).
Petunjuk tersebut diperoleh setelah KPK menggeledah rumah dan kantor milik seorang tersangka, yakni Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG), M. Akhirun Piliang di Padang Sidempuan, Sumut.
“Dari penggeledahan tersebut, tim menemukan berbagai dokumen dan catatan keuangan,” ucap juru bicara KPK Budi Prasetyo di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin, 7 Juli 2025 dilansir dari Tempo.
Dikutip dari Antara, Budi menjelaskan bahwa saat penggeledahan berlangsung, penyidik juga menemukan dokumen yang menunjukkan keterlibatan Akhirun dalam beberapa proyek lain di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Menindaklanjuti temuan itu, tim penyidik kemudian melakukan penggeledahan lanjutan di rumah Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Mandailing Natal, Elpianti Harahap.
“Tim kemudian melanjutkan penggeledahan di Dinas PUPR Madina (Mandailing Natal). Di sana tim juga menemukan dokumen-dokumen pengadaan, yang kemudian juga sudah dilakukan pengamanan,” kata Budi.
Dari penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan barang bukti berupa dokumen pengadaan proyek pembangunan jalan di berbagai wilayah Sumut. Barang bukti ini kini telah diamankan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Akhirun adalah satu dari lima tersangka kasus korupsi di Dinas PUPR Sumut. Empat tersangka lainnya adalah Kadis PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting; Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai PPK, Rasuli Efendi Siregar; PPK di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto; serta Direktur PT Rona Na Mora (RN), M. Rayhan Dulasmi.
Pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Akhirun dan Rayhan berperan sebagai pihak pemberi suap dalam dua proyek, yakni proyek di Dinas PUPR Sumut dan proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut. Sedangkan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting dan Rasuli diduga sebagai penerima suap di Dinas PUPR. Heliyanto diduga menerima suap dalam proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut.
Kelima orang itu ditetapkan tersangka usai Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan pada 26 Juni 2025. Setelah itu, KPK melakukan penggeledahan di kantor Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut, termasuk rumah pribadi Topan Ginting pada Rabu, 2 Juli 2025.
Dalam penggeledahan tersebut, KPK menyita uang tunai senilai Rp 2,8 miliar dan dua pucuk senjata api. Senjata yang disita terdiri dari pistol jenis Beretta lengkap dengan 7 butir amunisi, serta satu pucuk air softgun laras panjang beserta dua pak amunisi.
KPK masih menelusuri asal-usul uang tunai tersebut. “Tentunya semua akan didalami baik asal-muasal dari uang tersebut ataupun uang tersebut nanti akan dialirkan ke mana,” kata Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu, 2 Juli 2025.
Perihal dua pucuk senjata api yang ditemukan, KPK menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memastikan status dan keabsahan kepemilikan senjata oleh Topan Ginting. “KPK berkoordinasi dengan kepolisian karena senjata api itu bukan ranahnya KPK ya,” ucap Budi di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Senin, 7 Juli 2025.
EDITOR: RED