TANAH KARO – SUMBER
Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu), Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Drs. Paulus Waterpauw menggelar rapat bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karo di ruang rapat Bupati Karo, Selasa (8/8/2017) sekira pukul 11.30 WIB.
Rapat ini digelar untuk mencari solusi atas realisasi ganti rugi lahan dan tanaman milik warga oleh perusahaan raksasa asal Korea PT. Wampu Elektrik Power (WEP), terkait kegiatan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Desa Rih Tengah, Kecamatan Kutabuluh.
Hadir dalam rapat ini diantaranya, Kabid Humas Poldasu Kombes Pol Rina Sari br Ginting, Bupati Karo Terkelin Brahmana SH, Wakil Bupati Karo Cory Sriwati br Sebayang, Kapolres Karo AKBP Rio Nababan S.IK, UPT Dinas Kehutanan Pemprovsu dan Muspika Kecamatan Kutabuluh.
Sementara, dari tim PT. WEP turut hadir diantaranya, Mr. Park Young Kyu (President Director), Mr. Oh Eui Hoon (Manager), Mr. Mok Eui Soo (Manager) dan Bayu Purnama (Bussiness Administration).
Untuk diketahui, PT. WEP bersama dua perusahaan asal Korea hingga kini belum merealisasikan kompensasi ganti rugi lahan dan tanaman. Padahal, pimpinan proyek raksasa tersebut sebelumnya telah berjanji untuk secepatnya membayarkan ganti rugi lahan kepada warga.
Hal ini terkait pembangunan proyek PLTA seperti, pembangunan power house, pemasangan gardu dan penarikan kabel T/L 150 Kv di sejumlah desa di lima kecamatan. Kelima kecamatan tersebut diantaranya, Kecamatan Berastagi, Kutabuluh, Tiganderket, Simpang Empat dan Kecamatan Payung.
Buntutnya, warga desa setempat melakukan pemblokiran jalan dan pintu gerbang perusahaan dengan menggunakan gembok dan bambu. Warga juga kerap menakut – nakuti karyawan. Terkait itu, pihak perusahaan telah membuat laporan pengaduan resmi ke Polres Karo.
Kapolres Karo, AKBP Rio Nababan S.IK dalam kesempatan ini memaparkan kronologis permasalahan antara warga Desa Rih Tengah dengan pihak PT. WEP. Dirinya membenarkan peristiwa pemblokiran jalan oleh warga sudah dilaporkan ke Polres Karo.
Meski demikian, ia menjelaskan jika peristiwa pemblokiran tersebut bukan dilakukan oleh seluruh warga yang terkena dampak. “Hanya tinggal beberapa warga saja. Dari laporan yang ada, tinggal enam orang warga yang belum mendapat ganti rugi,” jelas Rio.
Sementara, sejumlah perwakilan warga yang belum mendapatkan ganti rugi turut hadir dalam rapat ini. Mereka diantaranya, Sikap Tarigan, Tambaten Sembiring, Kawar Sembiring, Brenlit Sitepu dan Sarjana Ginting.
Salah seorang perwakilan warga, Sarjana Ginting menyampaikan tuntutan agar PT. WEP segera membayar ganti rugi lahan dan sewa lahan warga pemilik lahan. Ia menilai PT. WEP tidak memiliki itikad baik untuk membayar ganti rugi lahan warga.
“Ini merupakan salah satu tindak pidana penyerobotan tanah milik warga sesuai dengan SK Menhut No. 403 Tahun 2013 butir 7. Ini patut disayangkan, kenapa pihak penegak hukum malah memihak (mem-back up) perusahaan tanpa melihat duduk permasalahan,” tuding Sarjana.
Mr. Mok Eui Soo selaku Manager pihak PT. WEP dalam rapat ini menyatakan kesediaan pihaknya untuk membayar ganti rugi kepada warga. Asalkan, kata dia, di Pengadilan Negeri melalui titip ganti rugi dan sesuai dengan UU yang berlaku maupun sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
“Tidak seperti yang diminta warga pemilik lahan yakni seharga Rp 25 ribu per meter. Kami bersedia membayar, asalkan di Pengadilan Negeri melalui titip ganti rugi dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Mr. Mok Eui Soo.
Berdasarkan amatan SUMUT BERITA, rapat ini berlangsung dengan alot. Meski demikian, rapat ini belum memperoleh titik temu atau keputusan diantara warga dan pihak perusahaan. Hingga berita ini dimuat, rapat masih terus berlangsung dan dimediasi Kapoldasu.
- PARDI SIMALANGO