TANAH KARO – SUMBER
Bupati Karo Terkelin Brahmana SH diharapkan secepatnya turun langsung ke desa-desa di kawasan lingkar Gunung Sinabung terutama yang terkena dampak langsung dari aliran lahar dingin. Hal ini menyusul adanya sejumlah kendala yang bersentuhan langsung dengan warga desa.
Kehadiran orang nomor satu di Karo ini dinilai sangat penting. Jika tidak, maka proyek yang dikucurkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PU-Pera) bernilai sekitar seratusan miliar rupiah dikhawatirkan akan batal dikerjakan.
Hal ini terungkap saat pihak Kemen PU-Pera Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II dan ABIPRAYA – LESTARI, KSO Jakarta menggelar sosialisasi kepada warga Desa Sukatendel, Kecamatan Tiga Nderket di Aula Kantor Camat Tiga Nderket, Selasa (7/2/2017).
Yuda Siagian mewakili pihak Kemen PU-Pera menyebutkan, dalam sistem pengendalian erosi, sedimen dan lahar hujan (lahar dingin), pihak BWS Sumatera II akan membangun proyek Sabo Dam di lingkar Sinabung.
Proyek ini, kata dia, diperuntukkan bagi kawasan yang terkena dampak langsung aliran lahar dingin tersebut. Untuk pembangunan program tahap pertama, akan dimulai dari dua desa yakni Desa Perbaji dan Desa Sukatendel yang berjumlah 10 titik.
“Pembangunan Sabo Dam ini akan berkelanjutan selama tiga tahun. Seluruh kawasan mulai dari hulu yang terkena dampak langsung aliran lahar dingin akan segera dibangun. Tujuannya, untuk menghindari korban lahan pertanian dan rumah tempat tinggal warga, terutama dari renggutan korban jiwa,” jelas Yuda.
Berdasarkan amatan SUMUT BERITA, proses berlangsungnya sosialisasi ini agak sedikit tersendat. Hal tersebut disebabkan karena warga tidak dapat menerima paparan tentang letak objek pembangunan Sabo Dam, yang tidak mendapatkan ganti rugi.
Hal itu mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) tentang Daerah Aliran Sungai (DAS) maupun anak sungai yang tidak mendapat ganti rugi.
Warga meminta agar hak ganti rugi mereka diperhatikan, jika pembangunan Sabo Dam tersebut direalisasikan. “Jika memang akibat alam yang menggerus tanah pertanian kami, saya pasrah. Itu sudah kehendak Tuhan. Kalau tidak ada ganti rugi, biarlah ladang saya hilang,” keluh B. Perangin-angin.
Ia juga apatis dengan pembangunan yang awal-awalnya dijanjikan, bahwa setiap pengerjaan proyek nantinya ada pemeliharaan dari instansi terkait. Pengalaman ini ia ungkapkan saat adanya pembangunan bronjong penahan longsor di sekitar Lau Bekerah. Menurutnya, bangunan tersebut sama sekali tidak lagi ada perawatan setelah selesai pembangunan.
Sementara, tuntutan berbeda disampaikan oleh warga Desa Perbaji saat mengikuti sosialisasi, Jumat (2/3/2017) sebelumnya. Mereka meminta ganti rugi sosial pada tanaman serta tumbuhan produksi yang terkena dampak langsung pembangunan proyek Sabo Dam tersebut.
- PARDI SIMALANGO