TANAH KARO – SUMBER
Kegiatan study banding para Pelaksana Jabatan (Pj) Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Karo ke Kota Bandung pada Agustus – November 2016 lalu, menjadi perbincangan hangat dan menuai protes di kalangan masyarakat.
Kegiatan Study Banding Pj. Kades di Karo, mendapat sorotan tajam dan kritikan pedas dari sejumlah kalangan masyarakat dan anggota DPRD Karo. Hal ini dinilai sangat beralasan.
Kegiatan itu, dianggap mubazir sebab karena menghambur-hamburkan uang rakyat sekitar Rp 2 miliar. Apalagi, saat ini kondisi daerah ini menghadapi banyak masalah khususnya bencana erupsi Sinabung yang berkepanjangan.
Hal itu disampaikan anggota DPRD Karo, Firman Firdaus Sitepu SH saat dimintai tanggapannya, Minggu (4/12/2016) di Kabanjahe, menyangkut study banding sekitar 200-an Pj Kades ke Kota Bogor, Subang dan Lembang beberapa waktu lalu.
Dikatakan, kegiatan study banding ini juga dikritik karena belum dapat menjadi jaminan bisa meningkatkan kualitas Pj Kades. Terlebih, kegiatan itu dilaksanakan pada akhir tahun 2016, saat banyaknya kegiatan pembangunan di desa-desa, meski realisasi kegiatan pembangunan belum mencapai 50 persen.
“Anehnya lagi, Kades terpilih belum dilantik. Ini kan sesuatu yang aneh sekali. Calon Kades terpilih hasil Pilkades serentak belum dilantik sudah ada study banding. Ini kan janggal, kesannya ada pemaksaan. Artinya, study banding itu terkesan kurang perencanaan,” kata dia.
Ia menilai, jika saja nara sumber yang di Bandung diundang ke Karo, akan jauh lebih bagus. Dalam hal dana, menurutnya, akan semakin irit dan tidak sampai Rp 2 miliar. Apalagi dengan kemajuan tekhnologi informasi, sebenarnya tidak perlu lagi studi banding, cukup nara sumber saja yang diundang.
“Kalaupun dua minggu penuh dibuat acaranya disini, tidak masalah. Anggaran tidak mubajir. Perputaran uang pun menguntungkan warga daerah ini. Anggaran sebesar itu harus diaudit,” jelas anggota Komisi C DPRD Karo itu.
Kabag Pemerintahan Desa dan Kelurahan Setdakab Karo, Eva Angela br Sembiring ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya belum lama ini membenarkan keberangkatan Pj Kades ke Bandung, namun dalam rangka pelatihan.
“Bukan study banding, tapi yang benar adalah pelatihan. Yang berangkat, gelombang pertama sekitar 41 orang, gelombang kedua, 90 orang dan gelombang ketiga 71 orang,” jelasnya.
Menurutnya, anggaran kegiatan itu dibiayai APBDes masing-masing, yang bersumber dari ADD dan dana bagi hasil pajak. “Biaya, Rp 10 juta per orang, dengan rincian, Rp 5 juta untuk tiket pulang pergi dan Rp 5 juta biaya pelatihan selama empat malam lima hari di Subang, Bogor dan Lembang,” paparnya.
Disinggung apa yang mendasari sehingga para Pj Kades yang mendapat pelatihan, sementara para Kades terpilih hasil Pilkades serentak di Karo sebentar lagi akan dilantik, ia menyebut jika hal itu sangat penting. Gunanya, kata dia, untuk meningkatkan kualitas para Pj Kades, mengingat sudah menjelang akhir tahun.
Ketika disinggung lagi, apa kapasitas oknum warga sipil berinisial PS yang ikut mendampingi Pj Kades selama di Bandung, ia menyebut jika oknum itu sudah lama bermukim di Kota Bogor dan memahami daerah disana.
“Jadi tidak ada salahnya pak PS ikut mendampingi rombongan. Pihaknya kesana hanya untuk mendampingi bersama Ibu Wakil Bupati Karo Cory Sriwati Sebayang,” dalihnya.
Hal yang berbeda dikatakan salah seorang Sekretaris desa (Sekdes) yang tidak mau dipublikasikan namanya. Ia membenarkan biaya study banding tersebut Rp 10 juta per orang, diambil dari ADD desa masing-masing.
Dikatakan, sebagai Pj Kades seharusnya study banding atau apapun namanya menyangkut administrasi desa. Bagaimana melakukan penguatan kualitas administrasi desa. Ini sangat penting, apalagi dengan semakin meningkatnya ADD yang dikelola desa.
“Seharusnya yang berangkat itu bukan kami, karena tidak menyangkut administrasi desa. Jauh tadi lebih bermanfaat adalah warga desa atau kelompok tani yang memang pekerjaan sehari-harinya adalah bertani dan berternak,” ungkapnya.
Disebutkan, hasil kunjungan mereka ke Lembang dan Subang yakni pertanian disana sudah bagus karena sudah mengadopsi teknologi pertanian. “Yang menjadi masalah, teknologi yang mereka terapkan belum tentu bisa diaplikasikan di daerah kita,” tutupnya.
- PARDI SIMALANGO