HUMBAHAS – SUMBER
Industri Pengelolahan Aspal (AMP) serta Industri Pemecah Batu (Stone Crouser) milik PT Gayotama Leopropita (GL) di Desa Nagasaribu, Kec Lintongnihuta, Kab Humbang Hasundutan (Humbahas) terancam ditutup.
Pasalnya, puluhan tahun beroperasi, PT GL hingga kini belum mengantongi izin lingkungan sesuai dengan UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Kepala Dinas (Kadis) Kehutanan Humbahas, Drs Laurencius Sibarani didampingi staffnya kepada sejumlah wartawan, Selasa (13/10/15) membenarkan hal tersebut. Dikatakan, pengoperasian stone crouser PT GL belum dilengkapi izin lingkungan.
Hal itu, katanya, sesuai UU No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan pasal 36 dan PP No 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan yang harus dimiliki setiap perusahan seperti PT GL.
Sibarani mengaku pihaknya telah menyurati PT GL untuk segera melengkapi administrasi izin lingkungan hidup, namun hingga kini belum tuntas.
“Janji PT GL belum ditindak lanjuti. Sementara, mereka mengatakan akan menanami pohon disekitar pinggiran kegiatan usaha. Jadi, kita telah menentukan waktu untuk segera melengkapi ijinnya. Namun, jika waktu lewat dan belum dilengkapi, maka konsekuensinya tidak boleh lagi beroperasi,” tegas Sibarani.
Setiap pengusaha, katanya, juga wajib memenuhi syarat izin lingkungan sesuai Peraturan Menteri No 14 tahun 2010 tentang Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) serta menyusun dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup.
“Karena zat yang timbul nantinya dari kegiatan usaha seperti itu jenis B3. Jadi sangat perlu ada pengelolaan limbah yang benar, sesuai peraturan yang berlaku sebelum berdampak pada lingkungan serta masyarakat sekitar,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, limbah industri baik berupa gas, cair maupun padat umumnya termasuk kategori atau dengan sifat limbah dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) dari industri kimia. Karena, katanya, mengandung berbagai macam unsur logam berat yang mempunyai sifat akumulatif serta beracun (toxic), sehingga berbahaya bagi kesehatan manusia.
Sehingga, lanjutnya, hasil limbah B3 kegiatan indutri tersebut akan terbuang ke lingkungan dan berdampak langsung dari sumber ke manusia. “Contohnya saja, ketika meminum air yang terkontaminasi melalui rantai makanan. Dimana saat kita memakan ikan yang menggandakan (biological magnification) pencemar karena memakan mangsa yang sudah tercemar,” jelasnya.
Pemerintah yang kini berbuat tegas dengan menindak para pelaku usaha tidak menaati peraturan itu, menegaskan agar pengelolaan limbah PT GL harus kembali dibenahi berdasarkan peraturan yang berlaku.
Terpisah, pihak PT GL, Chairil dan Agus yang dicoba dimintai keterangan melalui telepon selulernya terkait hal izin lingkungan tidak berhasil.
- MAJU