TAPUT-SUMBER
Walaupun masuk dalam register 44, namun masih ada saja orang yang berani memperjualbelikan lahan transmigrasi di Simpang Bolon, Kec. Garoga, Kab. Tapanuli Utara (Taput). Padahal walaupun disebut lahan transmigrasi tapi keabsahan surat kepemilikan lahan itu belum ada sampai sekarang. “Saya juga heran kenap bisa begitu. Saat ini sudah banyak lahan yang dibeli pihak ketiga. Para peserta transmigrasi juga sudah banyak yang pergi,” kata warga Simpang Bolon, R Pasaribu kepada wartawan, baru-baru ini.
Menurut A Manurung Kaseksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN Taput, Kamis (6/11), lahan transmigrasi Simpang Bolon tidak jadi disertifikatkan karena arealnya masuk dalam kawasan hutan register 44.
Dia menyebut Dinas Kehutanan Taput memberikan lokasi transmigrasi yang belum memiliki izin pembebasan dari Kementrian Kehutanan. Sehingga BPN belum bisa menerbitkan sertifikat tanah sebelum ada pelepasan bahwa lahan itu bukan lagi kawasan hutan register 44. “Sampai saat ini BPN juga tidak tahu tentang jual beli tanah tersebut,” kata Manurung.
api apa yang dikatakan Manurung bertentangan dengan keterangan Kabid Transmigrasi Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigasi Taput H Sitorus. Menurutnya, areal lokasi transmigrasi sudah dilepas dari kawasan hutan lindung melalui surat keputusan Kementerian Kehutanan. Soalnya itu adalah proyek pusat, katanya.
Diungkapkannya, dulunya penyerahan itu dari keturunan Op. Parlombu marga Pasaribu seluas 640 Ha kepada Pemkab Taput, Lalu tahun 2006 keluarlah SK Torang Lumbantobing tentang penetapan calon lokasi transmigrasi. Kemudian tahun 2009 dengan anggaran sekitar Rp 5 M, dimulailah pembenahan sarana dan prasarana bagi 100 KK peserta transmigrasi yang terdiri dari 50 KK transmigrasi lokal dan sisanya dari DKI dan Jateng.
Luas lahan yang dipakai, lanjut Sitorus, seluas 110 ha dari penyerahan 640 ha. Jasi sisanya mungkin nanti untuk pengembangan dan pihak transmigrasi provinsi melalui Kaseksi Bid. Transmigrasi Pukka Situmorang pada September lalu juga sudah turun terkait keluhan masalah sertifikat tanah serta untuk pemetaan lahan.
“Memang untuk pengurusan sertifikat tanah di kabupaten belum ada, Namun terkait pembebasan lahan sudah dibebaskan dari kawasan hutan register 44,” bebernya.
Terkait adanya jual beli tanah H Sitorus mengaku tidak tahu. Dia pun berjanji akan memonitoring. “Soalnya kalau nanti sudah ada sertifikat maka yang jadi pemilik sah adalah yang terdaftar sebagai peserta transmigrasi,” ujarnya. Dia juga mengakui pada monitoring Oktober lalu terdapat 18 kk yang hengkang. (SB 68)