LABUHAN BATU- SUMBER
Undang-undang (UU) No 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang memilih opsi Pilkada gubernur, bupati, dan wali kota dilakukan melalui DPRD, menuai protes dari berbagai kalangan.
Di Labuhanbatu, misalnya, sejumlah elemen mahasiswa, pemuda, aktivis dan LSM yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) Kabupaten Labuhanbatu menyatakan menolak UU tersebut.
Kepada wartawan, Sabtu (4/10) Himpun selaku kordinator Geram mengatakan pihaknya akan melakukan penolakan terhadap Undang-Undang no 22 tahun 2014.
Sebab, UU pilkada tersebut dinilai terindikasi politik transaksional. Selain itu, masyarakat tidak bisa memilih secara langsung, Hak demokrasi masyarakat dihilangkan, Kemudian pimpinan kepala daerah akan tunduk kepada partai dan golongannya artinya pimpinan daerah tidak akan takut lagi dengan masyarakat, kepentingan politik cenderung akan
berpihak kepada elit politik bukan kepada masyarakat, serta akan menutup ruang bagi calon independen atau calon alternatif dari rakyat.
” Hari ini kami akan mengantarkan surat unjuk rasa ke polres Labuhanbatu. Dimana pada hari selasa (7/10) kami akan bagikan selebaran yang isinya alasan mengapa menolak UU Pilkada no 22 tahun 2014 itu. Selanjutnya pada hari kamis (9/10) kami akan melakukan konvoi diseputaran kota Rantauprapat, aek Nabara dan Negeri Lama untuk menghimbau dan mengajak masyarakat agar menolak UU Pilkada no 22 tahun 2014.
Dan dihari selasa (13/10) kami akan fokus unjuk rasa di kantor DPRD Labuhanbatu untuk mendesak DPRD Labuhanbatu menolak UU Pilkada no 22 tahun 2014 dengan membuat rekomendasi secara tertulis dari masing-masing fraksi. Kemudian di Fax kan ke DPR RI Di pusat. Serta meminta DPRD Labuhanbatu Menyatakan sikap secara lisan dimedia cetak dan elektronik berupa dukungan penolakan Terhadap UU pilkada no 22 tahun 2014,” katanya.
Selain itu, menurut aktivis reformasi ini, jika UU Pilkada no 22 tahun 2014 dilaksanakan maka perjuangan mahasiswa merubah sistem diktator menjadi sistem reformasi demokrasi tahun 1998 , akan luntur dan demokrasi di negara ini akan mundur kembali.
” Mayoritas masyarakat dilabuhanbatu ini, mulai dari kalangan bawah hingga menengah sangat mengesalkan sikap DPR RI yang memilih opsi mendukung RUU Pilkada. Nah, atas dasar itu lah, maka kami sepakat untuk mendesak DPRD Labuhanbatu agar menolak UU pilkada no 22 tahun 2014 itu agar disampaikan ke DPR pusat bahwa masyarakat Kabupaten Labuhanbatu menolak UU Pilkada no 22 tahun 2014,” tandas Himpun. (SB 38)