NIAS-SUMBER
Pemekaran Kabupaten Nias Barat dari Kabupaten Nias pada 2008 masih menyisakan persoalan. Hal itu terkait bergabungnya sejumlah desa di Kecamatan Lölöfitu Moi ke Kabupaten Nias Barat dan sebagian lainnya masih di Kabupaten Nias sebagai kabupaten induk.
Mengatasi masalah yang timbul dari persoalan tersebut, Ketua dan dua Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nias menggugat UU No. 46 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Barat ke Mahkamah
Konstitusi (MK).
Para penggugat tersebut, seperti dikutip dari situs MK, adalah Wa’önaso Waruwu sebagai Ketua DPRD Nias sebagai pemohon I, Aluizaro Telaumbanua, Wakil Ketua DPRD Nias sebagai pemohon II, dan Ronal Zai, Wakil Ketua DPRD Nias sebagai pemohon III.
Sidang perdana atas perkara itu, dilakukan pada Selasa, 26 Agustus 2014. Persidangan atas gugatan itu dipimpin oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati.
Dalam ringkasan perbaikan permohonan pada perkara dengan nomor 61/PUU-XII/2014 yang disampaikan pada 8 September 2014, para pemohon mendalilkan kedudukan hukum (legal standing) mereka. Yakni, merasa dirugikan atau berpotensi dirugikan hak-hakkonstitusionalnya karena aspirasi masyarakat 5 (lima) desa yang meliputi Desa Ehosakhozi, Desa Orahili Idanoi, Desa Awela, Desa Onombonai, dan Desa Lölöfaoso untuk tetap bergabung dalam wilayah Kabupaten Nias tidak bisa diakomodir dikarenakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008.
Para Pemohon sebagai Pimpinan DPRD Kabupaten Nias mengajukan uji materiil atas Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008 agar masyarakat di 5 (lima) desa tersebut dapat segera mendapat pelayanan publik yang optimal dari pemerintah daerah setempat apabila sudah mendapat kepastian hukum mengenai status wilayah desa yang ingin tetap bergabung dengan Kabupaten Nias.
Adapun alasan-alasan pemohon yang menyatakan UU pembentukan Kabupaten Nias Barat tersebut bertentangan dengan UUD 1945 adalah: 1. Pada formulir Isian Data Kelengkapan Calon Daerah Otonom baru (Kabupaten Nias Barat) yang ditandatangani oleh Bupati Nias dan Ketua DPRD Kabupaten Nias, tercantum bahwa untuk pembentukan Kabupaten Nias Barat, dari 13 Desa Kecamatan Lölöfitu Moi, hanya 8 yang diserahkan, yakni: Desa Sisobawino II, Desa Duria, Desa Ambukha, Desa Hilimbowo Ma’ru, Desa Hilimbuasi, Desa Hili’usö, Desa Lölöfitu, dan Desa Wango, sementara 5 (lima) desa yang meliputi Desa Ehosakhozi, Desa Orahili Idanoi, Desa Awela, Desa Onombonai, dan Desa Lölöfaoso tidak diserahkan.
2. Sejak diresmikannya Kabupaten Nias Barat menjadi daerah otonom, 5 (lima) desa tersebut tetap menginginkan bergabung dengan Kabupaten Nias sebagai kabupaten induk, dilayani oleh Pemerintah Daerah Nias Barat dan sebahagian Pemerintahan Kabupaten Nias, dimana setiap pembahasan APBD Kabupaten Nias, para Pemohon tidak pernah menyetujui alokasi anggaran ke 5 (lima) desa yang dimaksud, sebelum adanya amandemen terhadap UU 46/2008 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara, terutama Pasal 3 huruf g sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dan Pemerintah Daerah Kabupaten Nias Barat tidak mampu memberikan pelayanan publik secara optimal.
3. Bahwa karena dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g UU 46/2008 tidak mencantumkan kata-kata dan/atau kalimat sebahagian Kecamatan Lölöfitu Moi, masyarakat 5 (lima) desa mengajukan keberatan terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias.
4. Pada tanggal 8 Oktober 2012, Direktur Jenderal Pemerintahan Umum membuat surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 138/2395/PUM perihal status administrasi 5 (lima) desa tersebut, yang masuk dalam cakupan wilayah Kabupaten Nias. Menanggapi surat tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Nias mengajukan rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Nias yang memasukkan 5 (lima) desa yang dimaksud ke dalam wilayah Kecamatan Hiliserangkai, Kabupaten Nias.
5. Pada tanggal 4 September 2013, Gubernur Sumatera Utara melalui Nomor 188.342/8926 yang pada pokoknya mengklarifikasi bahwa Peraturan Daerah Nias Nomor 9 Tahun 2012 tentang penggabungan 5 (lima) desa yang dimaksud dalam wilayah Kecamatan Hiliserangkai Kabupaten Nias, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga status 5 (lima) desa yang dimaksud masih dalam cakupan Kabupaten Nias Barat, yang menyebabkan segala tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Nias tidak sah menurut hukum.
Atas dasar itu, dalam petitumnya, para pemohon meminta MK, pertama, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya dengan menyatakan pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pembentukan Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, sepanjang dimaknai seluruh Kecamatan Lolofitu Moi menjadi wilayah Kabupaten Nias Barat.
Menyatakan pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pembentukan Nias Barat di Provinsi Sumatera Utara, diperbaiki dengan menambahkan kata-kata dan/atau kalimat sebahagian Kecamatan Lolofitu Moi yang meliputi 8 (delapan) desa yakni: Desa Sisobawino II, Desa Duria, Desa Ambukha, Desa Hilimbowo Ma’ru, Desa Hilimbuasi, Desa Hili’uso, Desa Lolofitu, dan Desa Wango.
Ringkasan perbaikan permohonan itu sendiri sebagai respons atas saran panel hakim yang memberikan waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan permohonan. (SB 49)