Dana Bansos di Labuhan Batu Diselewengkan

banner 468x60

RANTAU PRAPAT–SUMBER

Penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos) di Kabupaten Labuhan Batu dinilai tidak tepat guna karena kriteria yang menerima tidak sesuai alias tidak menyentuh kelompok yang membutuhkan. Akibatnya Bupati dr.H.Tigor Panusunan Siregar,SpPD ditegor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sumut.

banner 336x280

korupsi-bansos copyPihak BPK Perwakilan Sumut dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) bernomor 33.B/LHP/XVIII.MDN/06/2014 yang ditandatangani Aris Laksono SE Ak wakil Penanggung jawab Pemeriksaan BPK Sumut menyebutkan dari alokasi dana belanja bansos yang dianggarkan Pemkab Labuhanbatu pada TA 2013 senilai Rp5,137 miliar realisasinya hanya Rp3,051 miliar atau sekitar 59,3 persen.

Tapi, berdasarkan pemeriksaan atas DPA, laporan bendahara khusus bantuan dan bukti pertanggungjawaban bansos, diketahui terdapat pemberian bansos yang tidak memenuhi kriteria sebagai bansos. Karena tidak berkaitan dengan kegiatan yang mengurangi resiko sosial. Nilainya Rp2,853 miliar.

Padahal, menurut BPK Sumut belanja bansos adalah transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Misalnya, potensi kemungkinan terjadinya guncangan dan kerentanan sosial yang akan ditanggung oleh seseorang, keluarga, kelompok dan atau masyarakat sebagai dampak dari penyakit sosial.

Jika pemberian bansos tidak dilakukan oleh pemerintah maka akan terjadi keterpurukan dan hidup dalam kondisi tidak wajar. Sedangkan Guncangan dan kerentanan sosial versi BPK Sumut, adalah keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana dan fenomena alam.

Dalam LHP BPK Sumut tersebut dilansir sejumlah kegiatan kepada beberapa kelompok yang tidak berkaitan dalam kriteria penerima bansos. Karena tidak berkaitan dengan kegiatan yang mengurangi resiko sosial.

Misalnya, realisasi bansos ke 10 organisasi kemasyarakatan (ormas) sebesar Rp68 juta dalam penyelenggaran kegiatan ormas tersebut. Bantuan ke Ormas sebesar Rp115 juta untuk penyelenggaraan kegiatan/acara tablig akbar, kebaktian dan lomba yang seharusnya dianggarkan pada belanja hibah.

Kemudian, bantuan sosial kepada organisasi pendidikan sebesar Rp690 juta. Diantaranya untuk kegiatan pemberian bantuan kepada 22 organisasi yang digunakan untuk penyelenggaraan acara/kegiatan seminar, diskusi dan penyelenggaraan pendidikan yang harusnya dianggarkan dalam belanja hibah.

Lagi, bansos ke organisasi keagamaan sebesar Rp116 juta yang seharusnya dianggarkan dalam belanja hibah malah diberikan ke 16 organisasi kemasyarakatan. Dan, bansos untuk 62 rumah ibadah tak lepas dari temuan pihak BPK Sumut. Sebab, dananya mencapai Rp1,605 miliar.

Hasil pengujian secara uji petik dan konfirmasi dengan bendahara khusus bantuan di Dinas Pendapatan pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Labuhanbatu diketahui bansos tersebut digunakan untuk renovasi ataupun pembangunan rumah ibadah. Seharusnya dianggarkan dalam belanja hibah.

Bantuan ke organisasi penyelenggara hari besar agama sebesar Rp138 juta yang diberikan ke 14 panitia penyelenggara hari besar dan bantuan sosial sebesar Rp53 juta yang diberikan ke empat ormas seharusnya dijadikan sebagai belanja hibah.

BPK Sumut menilai kondisi itu tidak sesuai dengan pasal 52 ayat (2) Permendagri nomor 21 tahun 2011 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Serta, tidak sesuai dengan pasal 23 Permendagri nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bansos. BPK Sumut menuding, hal itu terjadi karena tim TAPD dalam menyusun rancangan anggaran dan pendapatan dan belanja daerah tidak mempedomani ketentuan berlaku.

Menyikapi temuan itu, pihak Pemkab Labuhanbatu sendiri terkesan mengakui pengganggaran alokasi dana kurang tepat. Tapi, menganggap kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak menyalahi peruntukannya. “Penganggaran yang kurang tepat. Tapi, kegiatannya tidak salah,” balas Ali Usman Harahap ketika dihubungi Wartawan belum lama ini.

Menurut dia, kegiatan-kegiatan yang dilakukan masuk kategori bantuan sosial. Misalnya, pemberian bantuan untuk rumah-rumah ibadah. “Kan fungsi rumah ibadah untuk menanggulangi dampak dan penyakit sosial. Karena nilai bantuannya kecil jadi kita anggarkan menjadi bansos, tidak dalam bentuk hibah,” jelasnya. mnurut BPK tambah Ali Usman hal itu mesti dijadikan bentuk hibah.  (SB 52)

banner 336x280